Masjid kita semakin luas, mestinya jamaah juga semakin banyak.... terfikir untuk memetakan jama'ah berdasar semua segmen; agar bisa dikelola dengan lebih baik potensinya.
1. Bapak-bapak, [alhamdulillah sudah ada pengajian rutin di Blok A; dan akan segera dirutinkan di Blok F]
2. Ibu-ibu, sudah banyak majelis taklim... dan sudah cukup efektif.
3. Remaja, telah terbentuk RISMA - tinggal dibina.
4. Anak-anak, ustadz Ajad udah ngumpulin mereka rutin ba'da maghrib...
5. Lainnya: jamaah badminton [Tumiro], jamaah futsaler, jamaah fesbukiyah... dll
Jika bisa dibentuk penanggung jawab di masing-masing segmen, kita bisa evaluasi secara berkala. Targetnya tentu, setiap segmen itu menjadi selokan-selokan kecil yang bermuara di masjid tercinta kita "Masjid Al-Ghanniy".
Wallohu a'lam.
TERBUKA DALAM PEMIKIRAN, CERDAS MENYIKAPI PERBEDAAN.... sebuah pilar dakwah, di RW.19 dan RW.22 Kelurahan Mustika Jaya Kecamatan Mustika Jaya, Kota Bekasi.
Sabtu, 29 Januari 2011
Jumat, 07 Januari 2011
Khoirunnasi anfa'uhum linnaas...
Diriwayatkan dari Jabir, Rosulillah bersabda,”Orang beriman itu bersikap ramah dan tidak ada kebaikan bagi seseorang yang tidak bersikap ramah. Dan sebaik-baiknya manusia adalah orang yang paling bermanfaat bagi manusia yang lain”. (HR. Tabhrani dan Daruquthni. Dishahih kan al-Albani dalam “Ash-Shahihah”)
Rasanya kita semua yakin betul atas kebenaran hadits di atas. Namun terkadang kita masih terjebak dalam perasaan "sakit hati", atau "tersinggung" saat ada orang lain memanfaatkan kita. Lho, padahal dengan dimanfaatkan orang lain berarti kita menjadi semakin baik....
Terkadang kita berdalih bahwa, dimanfaatkan kan berbeda dengan bermanfaat... hehe, entah lah. Namun mungkin saja, berbagai permasalahan kita itu timbul dari rasa "berhitung" atas nilai manfaat kita terhadap orang lain. Contoh, saat kita menolong orang lain, dan orang yang kita tolong itu terlihat [terkesan] tidak berterima kasih terhadap kita... kita lalu sakit hati. Kita merasa, bahwa kita sedang dimanfaatin. Dan yang lebih parah, kita terjebak pada perasaan menyesal telah memberi pertolongan... hiks, na'udzubillahi min dzalik! bisa-bisa musnah sudah pahala yang perlahan-lahan kita kumpulkan, terserak, tersapu ombak "pamrih" yang didorong oleh penilaian terlalu tinggi terhadap diri kita. hiks!...
Jika mau berbincang lebih jauh, ternyata konsep berharap bermanfaat untuk orang lain, tanpa peduli penilaian orang lain terhadap diri kita inilah yang seringkali tanpa sengaja kita sebut sebagai "kepahlawanan". Dan kepahlawanan inilah yang diharapkan bisa menyelesaikan berbagai macam krisis yang melanda bangsa ini.
Terbayang jika, setiap kita sibuk lakukan sesuatu, dengan tidak berharap untuk dapatkan sesuatu [kecuali pahala tentunya, jika pahala masuk dalam batasan ini kita secara tidak langsung akan terbawa dalam pembahasan bab tasawuf]. Masyarakat yang terwujud adalah, masyarakat yang penuh pengorbanan, berlomba-lomba tunaikan kewajiban, dengan memberikan hak-hak orang lain. Tidak perlu lagi ada demonstrasi yang menuntut hak, karena seluruh hak telah terpenuhi, atau jika pun belum, masyarakat tersebut tidak fokus pada tuntutan hak, karena mereka fokus pada kewajiban, mereka fokus pada apa yang bisa dikorbankan, bukan fokus pada apa yang akan mereka dapatkan. Masyarakat dalam mimpiku ini selalu sibuk memikirkan kebutuhan orang lain, namun kebutuhan mereka pun terpenuhi oleh orang lain, karena mereka saling berbagi beban. hmmm.... indah sekali rasanya...
Rasanya kita semua yakin betul atas kebenaran hadits di atas. Namun terkadang kita masih terjebak dalam perasaan "sakit hati", atau "tersinggung" saat ada orang lain memanfaatkan kita. Lho, padahal dengan dimanfaatkan orang lain berarti kita menjadi semakin baik....
Terkadang kita berdalih bahwa, dimanfaatkan kan berbeda dengan bermanfaat... hehe, entah lah. Namun mungkin saja, berbagai permasalahan kita itu timbul dari rasa "berhitung" atas nilai manfaat kita terhadap orang lain. Contoh, saat kita menolong orang lain, dan orang yang kita tolong itu terlihat [terkesan] tidak berterima kasih terhadap kita... kita lalu sakit hati. Kita merasa, bahwa kita sedang dimanfaatin. Dan yang lebih parah, kita terjebak pada perasaan menyesal telah memberi pertolongan... hiks, na'udzubillahi min dzalik! bisa-bisa musnah sudah pahala yang perlahan-lahan kita kumpulkan, terserak, tersapu ombak "pamrih" yang didorong oleh penilaian terlalu tinggi terhadap diri kita. hiks!...
Jika mau berbincang lebih jauh, ternyata konsep berharap bermanfaat untuk orang lain, tanpa peduli penilaian orang lain terhadap diri kita inilah yang seringkali tanpa sengaja kita sebut sebagai "kepahlawanan". Dan kepahlawanan inilah yang diharapkan bisa menyelesaikan berbagai macam krisis yang melanda bangsa ini.
Terbayang jika, setiap kita sibuk lakukan sesuatu, dengan tidak berharap untuk dapatkan sesuatu [kecuali pahala tentunya, jika pahala masuk dalam batasan ini kita secara tidak langsung akan terbawa dalam pembahasan bab tasawuf]. Masyarakat yang terwujud adalah, masyarakat yang penuh pengorbanan, berlomba-lomba tunaikan kewajiban, dengan memberikan hak-hak orang lain. Tidak perlu lagi ada demonstrasi yang menuntut hak, karena seluruh hak telah terpenuhi, atau jika pun belum, masyarakat tersebut tidak fokus pada tuntutan hak, karena mereka fokus pada kewajiban, mereka fokus pada apa yang bisa dikorbankan, bukan fokus pada apa yang akan mereka dapatkan. Masyarakat dalam mimpiku ini selalu sibuk memikirkan kebutuhan orang lain, namun kebutuhan mereka pun terpenuhi oleh orang lain, karena mereka saling berbagi beban. hmmm.... indah sekali rasanya...
Langganan:
Postingan (Atom)